"Yang Hampir Hilang”
Photostory oleh Felixrio Prabowo

Meraih cita-cita adalah keinginan mendasar setiap manusia. Untuk meraih cita-cita tersebut tentu saja melalui sebuah proses. Hanya saja, tidak semua proses tersebut berjalan mulus dan baik-baik saja. Begitu pula salah satu teman saya dan saya sendiri. Kami memiliki cita-cita, tapi kami juga menemui rintangan. Saya rasa ini juga terjadi pada orang lain. Ada yang mampu melewati, tapi mungkin ada juga yang belum mampu dan lebih memilih untuk tidak menjadi dirinya sendiri.

Apa yang dialami teman saya mengenai perjuangan meraih cita-citanya mungkin bisa dibilang sedikit lebih baik dari yang lain. Padahal, apa yang dicita-citakan bukanlah suatu hal yang buruk. Memang, ada faktor internal yang membuat dia bisa lebih baik dari yang lain. Hanya saja kita tidak bisa mengesampingkan faktor eksternal yang hadir di dalamnya. Seperti omongan yang kurang menyenangkan yang justru datang dari keluarga, tidak adanya apresiasi dari lingkungan, atau justru kehadiran orang yang tanpa diduga bisa membangkitkan semangat untuk mengejar cita-cita lagi.

Saya punya seorang teman yang mempunyai cita-cita menjadi seorang musisi. Lewat bermusik, Selain menyenangkan diri sendiri, ia ingin memberi dampak positif bagi orang lain melalui bermusik. Ia mengunakan musik sebagai sarana untuk menebar cinta kasih yang universal. Kebutuhan instrumen musik tidak menjadi perhatian utamanya walaupun dia sendiri malah kesusahan untuk memenuhi kebutuhan bermusiknya, dan ia masih percaya dengan gitar akustik yang sudah menemaninya sejak SMA, dan juga pertemanan. Hari ini, saat tulisan ini sedang dikerjakan, dia sedang berkarya bersama dua band sekaligus. Satunya sudah mulai bergerak dari panggung ke panggung, satunya sedang “digodok” materinya bersama personil lain yang kebetulan teman kuliah saya juga. Persamaan nya, keduanya sama-sama mempunyai musik yang sangat layak untuk didengarkan. Setidaknya itu pendapat saya tentang musiknya. Dia sangat passionated di bidang nya. Entah bakat itu memang sungguh-sungguh ada atau tidak, tapi saat ini dia menjadi salah satu orang yang saya apresiasi karena saya rasa dia mampu mewujudkan apa yang ada di dalam kepalanya melalui musik. Syukur, saya bisa mengenal dia secara langsung.

Tapi hal ini tidak begitu saja terjadi, bahkan untuk menjadi orang yang konsisten dan percaya dengan diri sendiri. Orangtua tidak mendukung keinginannya, sementara lingkungan sosial hanya memberi support dalam bentuk “bantu dengan doa”, bukan sesuatu yang cukup untuk membuat kita bergerak lebih jauh. Ia nyaris berhenti, sampai pada akhirnya seorang teman berjanji pada dirinya untuk membuktikan bahwa percaya dengan kemampuan diri bisa membawa kita pada kemandirian finansial. Dan temannya benar-benar membuktikan itu. Jelas, itu tamparan yang sangat keras, tapi ia menanggapinya dengan positif. Sampai hari ini, dia memilih untuk mengikuti impiannya dan menjadi lebih luas, merambah ke bidang seni lainnya.

Apa yang ingin saya sampaikan melalui narasi ini, adalah bagaimana perkataan mampu membuat seseorang siapapun dia “jatuh” karena kekerasan tidak hanya soal fisik, namun juga verbal. Dan bisa berasal dari siapa saja. Banyak yang tidak sadar akan hal ini bahkan para orangtua, dan bagi orang-orang yang belum sadar akan berbahayanya hal ini biasanya akan menaggapi dengan “ah baperan” atau berbagai pernyataan lain yang meremehkan, padahal itu bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Tidak semua orang kuat dalam menghadapi persoalan yang sama sendirian. Ada baiknya kita saling mendukung dalam segala hal jika memang itu positif daripada merendahkan lalu tidak peduli akibatnya.
Yang Hampir Hilang
Published:

Owner

Yang Hampir Hilang

A personal project for Kelas Pagi Yogyakarta batch 7 photostory class assignment

Published: